Senin, 14 Januari 2013

Malam Si Imsomnia Kecil

Ketika masih kecil malam hanyalah satu masa dimana hanya ada gelap dan sunyi, tak ada yang menarik. Masa dimana manusia pada umumnya terlelap dalam penat dan setiap anak nyenyak dibawah ketiak orang tuanya. Ya.itulah dunia malam bagi anak kecil, tapi ada yang berbeda bagi gadis kecil yang satu ini. Ia tak bisa terlelap dalam sunyi yang membosankan itu.


Baginya malam adalah saat yang membosankan, bahkan terkadang menakutkan. Malam adalah kesunyian, tiada candatawa keluarga, tiada celoteh teman, tiada omelan ibu. Ia melihat yang lain terlelap sedangkan matanya sendiri terjaga. Teman-temannya sedang bermimpi meraih bintang dilangit sedangkan ia sedang memandang langit-langit kamarnya.

Dalam usianya yang belum genap 10 tahun seperti para pekerja malam atau mahasiswa organisatoris yang doyan ngopi, malam-malamnya terlalu banyak ia lalui tanpa memejamkan mata. Setiap hari ia bersekolah, bermain layaknya anak-anak. Tak ada yang berbeda dunia siangnya menjelang sore gadis kecil mengaji di musolla dekat rumahnya, hingga waktu isya’ begitu pulang langsung saja ia berusaha tidur untuk menghindari malam-malam panjang yang ditakuti. Kadang berhasil kadang juga tidak masih saja ia terjebak dalam sunyinya malam. Tak jarang tangisnya di tengah malam membangunkan emaknya yang sedang terlelap, awalnya hal itu juga membuat sang ibu takut namun lama-lama ia terbiasa melihat kelakuan anak bungsunya ini. Suatu malam emak melihat si gadis kecil kembali tak dapat tidur ia berkata dalam bahasa madura yang baru dipelajarinya ketika menetap di Jember.

” nduk.. mon tak bisa tedung maca surat-suratan se ehafal bit abite ngedeh”

yang artinya

” nak kalau gak bisa tidur baca surat-suratan yang kamu hafal nanti lama-lama tertidur”

sikecil menuruti nasehat itu. Ia membaca surat tiga ayat karena memang hanya itu yang dihafal, memang kadang berhasil kadang juga tidak. Si gadis kecil itu tak tau apa yang sebenarnya terjadi padanya, yang ia tau ia sulit memejamkan mata terkadang baru bisa tertidur saat mendengar suara orang mengaji yang menandakan sebentar lagi akan segera berkumandang azam subuh.

            Pernah pula disuatu malam ia marah, marah pada dirinya sendiri, marah mengapa ia sulit memejamkan mata, marah mengapa yang lain tertidur sedangkan ia tidak, marah tiada orang yang menemaninya menghitung panjangnya malam. Ya..ia marah namun apa guna kemarahannya. Tak ada yang tahu mengapa ia berbeda. Demikian malam demi malam yang panjang ia lalui.

            Begitu banyak malam yang ia lalui membuatnya terbiasa dengan kenakalan matanya. Sejak beranjak besar ia mulai berani tidur dikamar sendiri. Sejak saat itu mungkin tak ada yang tau tiap malam matanya terjaga. Meskipun ia tak tau mengapa hal ini terjadi ia sudah terbiasa tiada lagi tangis, marah, hingga keangkuhan matanya mengalah dan terpejam.

            Andaikan gadis kecil itu tau ia lebih beruntung daripada anak lain yang hanya bisa bermimpi meraih bintang sedang ia bisa melihat bintang yang nyata ditiap malamnya. Sayangnya ia tak berani keluar rumah. Kasihan gadis kecil ini seandainya ia bukan diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar