“Namun laut lebih dulu melakukan bersih laut dalam badai malam harinya
memberi banyak sampah ke daratan. Yah.. laut tidak mau menerima bangkai, apapun
bentuknya “
Teringat sebuah kalimat “Ingat, sekolah
ini bagaikan laut. Lautan tidak menerima bangkai.” ucapan kepala sekolah dulu
pada tiap apel sekolah. Kalimat tersebut hampir selalu diucapkan untuk menegaskan
tidak boleh ada pelanggaran. Kadang kala diucapkan dengan nada yang menakutkan
ketika beliau marah. Saya sekolah disebuah sekolah swasta di pinggiran kota
Jember. Sekolah yang
berbaground agama dengan guru yang sederhana. Tetapi saya tidak ingin membahas
almamater saya itu. Saya hanya ingin menggunakan kalimat kedua yang dikutip
dari kepala sekolah saya diatas, lautan tidak menerima bangkai.
Seminggu
yang lalu 13-januari saya dan teman-teman persma mengikuti acara bersih papuma(Pasir
Putih Malikan). Acara
yang digagas melalui grup papuma lovers dan diikuti beberapa lembaga. Kami
(teman-teman pers) sengaja datang malam hari sebelum acara. Sungguh pengalaman tak
terlupakan bermalam di pantai saat badai, menakutkan. namun saya berfikir itu
badai biasa yang sering terjadi di pantai. Saya baru sadar jika badai
malam itu benar-benar besar saat melihat abrasi pinggiran pantai pagi harinya,
pohon-pohon yang tumbang. Ah..padahal saya enak saja tidur semalam, meskipun
sebentar-sebenter terbangun itupun karena nyamuk.
Sekitar pukul
11.30 setelah mengikuti acara bersih papuma saya duduk di daratan menghadap
pantai. Mengingat peringatan badai masih berbahaya, dan larangan turun kepantai
saya lebih memilih menurut. Apalagi pagi itu ada tiga pengunjung yang terseret
ombak. Lautan tidak menerima bangkai untuk inilah saya mengutip kalimat ini,
melihat pinggiran pantai yang begitu kotor memberi gambaran besarnya badai
semalam. Aneka macam sampah yang dihempaskan ombak kedarat. Acara bersih-bersih
papuma rencananya diadakan di sepanjang pantai hingga daratan. Namun laut lebih
dulu melakukan bersih laut malam harinya memberi banyak sampah ke daratan. Yah..
laut tidak mau menerima bangkai, apapun bentuknya sepatu, mainan, botol hingga
batang kayu bahkan bangkai manusia.
Andai prinsip
laut diterapkan di negeri ini, tidak menerima bangkai berupa koruptor dan
cecunguk lainnya. Pastinya akan seindah laut, meski dengan ombak yang
bergemuruh menampar karang. Dan saya mulai bingung melanjukan tulisan ini. Ah sekian
saja cerita saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar