Judul buku : Hiroshima Ketika
Bom Dijatuhkan.
Pengarang : John Hersey
Penerbit : Komunitas Bambu
Tahun terbit : 2008
Tebal buku : x + 165 hlm
Peresensi : Nurul Aini
“ Ketika semua mengetahui kalau perang berakhir dengan
Jepang sebagai pihak yang kalah, tentu kami sangat kecewa. Namun, kami
mengikuti perintah kaisar untuk bersikap tenang, membuat pengorbanan sepenuh
hati bagi kedamaian abadi di dunia. Dan Jepang pun memulai langkahnya yang
baru.”. (hal. 118)
Siapa yang tidak tahu peristiwa pengeboman
Hiroshima dan Nagasaki, 6 dan 9 Agustus 1945. Dijatuhkannya bom atom oleh
Amerika diatas dua kota Jepang ketika perang dunia II, menimbulkan dampak yang
besar bagi dunia khususnya Jepang sendiri. Indonesia pun ikut merasakan dampakya
namun bukan sebuah kerugian melainkan berupa kemerdekaan. Kekalahan Jepang
membuatnya tidak mampu mempertahankan negara-negara jajahannya.
Dalam buku Hiroshima Ketika Bom Dijatuhkan sang penulis
John Hersey menceritakan banyak tentang peristiwa pengeboman di Hiroshima. Dimulai
dari saat-saat jatuhnya bom hingga dampak-dampak di tahun setelahnya. Kekuatan
bom yang dahsyat dengan berat 55 ton ini meratakan kota Hiroshima, sekitar
seratus ribu korban tewas. Tidak ada pilihan lebih baik bagi Jepang dari
mengakui kekuatan lawannya, Amerika kala itu.
Dimulai dari
memperkanalkan tokoh-tokoh yang tak lain adalah korban selamat dalam peristiwa bom
atom tersebut menjadi sebuah prolog yang menarik. Keenam tokoh tersebut adalah Nona
Toshiko Sasaki (juru tulis), Dokter Masaaku Fujji (dokter), Nyonya Hatsuyo Nakamura
(penjahit), Pastur Wihelm Kleinsorge (pendeta), Dokter Terufumi Sasaki
(dokter), dan Pendeta Kiyoshi Tanimoto (pendeta). Enam tokoh ini berasal dari
berbagai profesi seolah mewakili ribuan korban Hiroshima lainnya.
Bagian
pengantar yang memperkenalkan tokoh-tokoh ini juga memberi gambaran tentang apa
yang sedang keenam tokoh lakukan saat bom terjadi. Bagian pengantar ini seolah
mampu menarik pembaca. Sebelum diceritakan lebih lengkap dalam tiap babnya.
Pada bab I dengan
judul Kilat Tanpa Suara, bagian ini menceritakan aktivitas yang dilakukan
keenam tokoh sebelum hinga saat-saat bom meledak. Tindakan tokoh untuk
menyelamatkan diri, ada pula yang langsung tidak sadar, hingga usaha para tokoh menolong orang-orang
terdekatnya. John Hersey menggambarkan kejadian sangat detail, suasana yang
terjadi ketika itu, juga perasaan masing-masing tokoh, kesedihan, ketakutan,
kepanikan, rasa iba melihat korban tewas. Ganbaran keadaan kota setelah
diratakan bom, seakan kejadian tersebut belum lama terjadi dan pembaca melihat
langsung kejadian.
Beberapa
tokoh dapat dengan mudah menyelamatkan diri seperti Dokter Sasaki ( Dokter
Terufumi Sasaki ), pendeta Tanimoto, sedangkan tokoh lain harus melewati
perjuangan untuk menyelamatkan hidupnya. Dokter Fujji sampai tenggelam bersama
rumah sakit swastanya yang mewah, Nyonya Nakamura jatuh berkali-kali untuk
menolong anak-anaknya. Pendeta kleinsorge tidak sadarkan diri saat kejadian, Sedangkan nona Sasaki harus merasakan sakit
akibat kakinya yang patah tertimpak rak buku di tempat kerjanya. Begitu
jelasnya kondisi tokoh digambarkan saat-saat jatuhnya bom.
Pada bab II
berjudul Api, digambarkan beberapa saat setelah bom meledak, yang mengakibatkan
kebakaran dimana-mana. Tiang listrik yang roboh, bangunan yang hancur,
sedang sisa bangunan masih harus terbakar. Hingga benar-benar rata menjadi abu.
John Hersey lagi-lagi memberi gambaran yang jelas tentang kota yang hancur kemudian terbakar. Keadaan
korban-korban yang tak berdaya, Kepanikan, rasa kemanusiaan yang kemudian
mendorong korban yang masih sanggup memberi pertolongan untuk menolongnya.
Bagian ini
juga tergambar perjuangan para tokoh menyelamatkan orang-orang disekitarnya. Dokter
Sasaki berusaha menolong sebanyak mungkin pasiennya yang memang ada di rumah
sakit atau korban bom yang baru datang. Pendeta tanimoto berusaha kembali ke
kota untuk mencari istri dan anaknya, sambil lalu selama perjalanan ia menolong
korban yang butuh pertolongan. Dokter Fujji akhirnya bisa keluar dari sungai
tempatnya terendam bersama rumah sakitnya, dan tercengang melihat sisa
bangunannya terbakar.
Nyonya
Nakamura berhasil menolong dua anaknya yang masih terkubur runtuhan rumah kemudian
mengungsi dengan tetangganya. Pendeta Kleinsorge berusaha menolong
rekan-rekannya para pendeta serta para korban lain, kemudian lari untuk
menghindari api yang semakin meluas. Nona Sasaki tidak bisa berbuat apa-apa
setelah dikeluarkan dari kubur bukunya, karena kakinya yang patah.
Pada bab
selanjutnya diceritakan bagaimana proses setelah bencana ledakan bom tersebut,
evakuasi korban, diturunkannya tim penyelamat yang tidak mampu menbantu korban,
tentu saja karena saking banyaknya korban. Nyonya Nakamura, pastur Kleinsorge,
pendeta Tanimoto adalah bagian dari korban yang mengharap bantuan dari kapal
medis yang kabarnya akan datang membantu, namun tidak pernah datang. Dokter
Fujji merasakan kesakitan tubuhnya sendirian tanpa pertolongan di rumah
keluarganya yang sudah hancur.
Dokter sasaki
sibuk memberi pertolongan bagi korban yang semakin banyak datang kerumah sakit
tempatnya berkerja. Hingga keesokan harinya ia tidak mampu lagi menangani
pasien korban bom. Hal lebih parah terjadi pada nona Sasaki dengan kondisi
kakinya yang patah bersama dua korban lain yang tak kalah mengenaskan
kondisiya, satu kehilangan payudarahnya, sedang yang satu mengalami luka bakar pada
bagian wajahnya. Ketiga korban ini tidak mendapat pertolongan setelah berhasil
dikeluarkan dari reruntuhan bangunan, hingga harus bermalam di bawah
perlindungan darurat halaman pabrik timah.
Dalam bab ini
juga diceritaka bagaimana isu-isu seputar ledakan tersebut. Bagaimana cara peledakan
dan bom jenis apa yang menghancurkan kota padat penduduk beserta isinya
tersebut. Tanggal 7 Agustus pertama kali setelah bom jatuh, penyiar radio
Jepang menyampaikan pengumuman singkat tentang keadaan kota yang hancur dan
kabar penyelidikan lebih lanjut tentang bom tersebut serta pelakunya.
”Tidak ada
negara lain kecuali Amerika, dengan pengetahuannya, industrinya dan
kesediaannya untuk menghabiskan dua juta dolar dalam sebuah perjudian masa
perag yang penting, yang dapat mengembangkan bom atom”(hal. 90)
Penyelidikan
mengenai bom atom ini terus dilakukan oleh para ahli fisika Jepang. Bebarengan
dengan itu beredar isu-isu mengenai dampak buruk yang akan terjadi paska
jatuhnya bom ditengah masyarakat. Dari yang benar hingga yang tidak masuk akal.
Isu-isu tersebut banyak yang lahir dari hasil menerka-nerka apa yang terjadi
pada warga kala itu, zat-zat pembunuh yang diturunkan pesawat, serbuk kimia
hingga munculnya istilah radiasi.
Pada tanggal
15 agustus kaisar Jepang memperdengarkan suaranya melalui siaran radio, ia
mengumumkan sebuah tindakan luar biasa yang ditempuh pemerintah, menyerah pada
musuh, ini artinya perang berakhir dan Jepang sebagai pihak yang kalah.
Pengumuman ini didengarkan rakyat jepang dengan antusias, menurut mereka adalah
sesuatu yang tidak biasa seorang kaisar berbicara langsung pada rakyatya, namun
mereka kecewa dengan pengumuman itu. Sejak saat itu perang berakhir, dan jepang
mulai membenahi diri paska kekalahannya.
”Ia
(Nyonya Nakamura) tidak perlu apapun lagi untuk berhenti berharap bahwa Jepang
masih punya kesempatan untuk memenangkan perang.”(hal 117).
Pada bab terakhir
mengambarkan bahwa pederitaan warga Hiroshima
belum selesai. Radiasi yang disebabkan bom atom menjangkiti warga termasuk
pastur Kleisorge, Nyonya Nakamura dan anaknya Meyko. Tidak lama setelah
ketakutan radiasi menghantui warga Hiroshima ,
musibah lain datang, tepatnya 17 september banjir menyerang Hiroshima menghanyutkan segalanya termasuk rumah
sakit Angkatan Darat Ono tempat beberapa tim ahli dari Universitas Kekaisaran
Kyoto meneliti gejala aneh yang diderita korban bom. Mereka hanyut dibawa
banjir dan tidak pernah menyelesaikan tugasnya. Rumah tuan Okuma tempat Dokter
Fujji tinggal juga hanyut terbawa banjir setelah mereka mengungsi keatas bukit.
Begitu panjangnya penderitaan Jepang disebabkan bom atom
kala itu benar-benar tergambar dalam buku ini. Sayangnya langkah-langkah
kebangkitan jepang dari keterpurukan
setelah kekalahannya tidak dijelaskan disini. Bagaimana dan mengapa kekaisaran jepang kemudian memutuskan untuk
mengakhiri perang dan menyerah pada musuh, apa yang menjadi pertimbangan kaisar
kala itu. Karena tidak ingin rakyatnya menderita lebih parah, takut kerugian
yang lebih besar atau ada alasan lainnya
Tingkat
loyalitas warga Jepang pada negaranya tergambar begitu nyata, meskipun mereka
menderita akibat perang ”.. banyak penduduk Hiroshima yang meninggal akibat
bom atom dengan kepercayaan bahwa mereka melakukannya untuk kaisar” (hal. 160).
Selain itu mereka merasa kecewa dan sedih atas keputusan pemerintah mengakhiri
perang. Akan lebih menarik jika digambarkkan bagaimana warga Jepang membangun
kembali kepercayaan dirinya setelah peristiwa pahit ini, melihat kehancuran
kota, kehilangan keluarga dibawah kenyataan kekalahan negaranya. Bagaimana pula
pemerintah membangun perekonomian khususnya di kota Hiroshima dan Nagasaki yang
hancur setelah dibom atom dibawah otoritas pemenang perang, ditambah kehilangan
negara jajahannya. Tentunya hal ini tidak mudah dilakukan namun Jepang mampu
membuktikan kemampuannya. Sejak saat ini pula Jepang menyatakan perdamaian pada
dunia, warga Jepang juga mengutuk penggunaan bom atom dalam perang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar